Banyak Pasal Bermasalah, DPR Diminta Tak Sahkan Perppu 1/2020

Ketua DPR RI Puan Maharani menerima RUU tentang penetapan Perppu dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ditemani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly di Gedung Nusantara 3 DPR RI, Kamis (2/4/2020).(DOK. Humas DPR RI)

JAKARTA, KOMPAS.com – Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FHUI) meminta agar DPR tidak mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 sebagai undang-undang.

Perppu yang mengatur tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 ini dinilai bermasalah, sehingga tidak seharusnya ditetapkan menjadi UU.

“DPR harus menolak Perppu ini dalam sidang paripurna agar pemerintah dalam keadaan normal dan tidak dihantui unsur kegentingan memaksa,” kata Ketua PSHTN FHUI Mustafa Fakhri melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (12/5/2020).

Mustafa menilai setidaknya ada tiga pasal yang bermasalah dalam perppu ini, yakni pasal 12, 27, dan 28. Pasal 12 Perppu 1/2020 dianggap memberikan ruang kepada presiden untuk dapat mengeluarkan APBN hanya berdasar Perpres.

Hal ini dinilai menghilangkan fungsi checks and balances, sehingga kewenangan presiden berpotensi menjadi absolut. “Kondisi demikian tentu akan membuat celah kepada Presiden untuk dapat bertindak absolut dalam menentukan anggaran keuangan negara tanpa adanya persetujuan dari rakyat melalui DPR,” ujar Mustafa.

Selanjutnya, substansi Pasal 27 Perppu 1/2020 dinilai menghilangkan fungsi pengawasan konstitusional DPR maupun lembaga yudisial untuk mengusut dugaan penyimpangan pejabat negara dalam menjalankan Perppu. Pasal itu dianggap memberikan imunitas atau kekebalan hukum yang berlebihan kepada para pejabat negara. Kemudian, Pasal 28 Perppu 1/2020 dinilai meniadakan kehadiran rakyat dalam pembuatan APBN.

Sebab, pasal tersebut menghilangkan peran DPR dalam perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara itu.

“Padahal, APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara, yang melibatkan partisipasi rakyat di dalamnya, yang diwakili oleh DPR,” kata Mustafa.

Oleh karenanya, ketimbang mengesahkannya sebagai undang-undang, Mustafa menyarankan agar pasal yang bermasalah dalam Perppu ini diperbaiki. Perbaikan pasal tersebut dimungkinkan jika pengujian ketentuan Perppu 1/2020 yang saat ini tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi dikabulkan oleh majelis hakim.

“Meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan pengujian Perppu 1/2020 yang saat ini masih berlangsung. Dengan demikian, Perppu tersebut tidak lagi memiliki daya ikat dan dinyatakan inkonstitusional,” tutur Mustafa.

Perppu Nomor 1 Tahun 2020 mengatur tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Sesaat setelah diterbitkan pada akhir Maret 2020, Perppu tersebut digugat oleh tiga pemohon ke Mahkamah Konstitusi. Ketiganya adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan kawan-kawan, serta aktivis Damai Hari Lubis.

Sidang pendahuluan gugatan uji materi perkara ini baru digelar pada 28 April kemarin. Adapun pada rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR Senin (4/5/2020) DPR menyetujui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 segera disahkan sebagai undang-undang melalui rapat paripurna.

Persetujuan itu disepakati 8 fraksi DPR bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Kemudian, DPR akan menggelar Rapat Paripurna pada Selasa (12/5/2020) siang. Baca juga: DPR Akan Gelar Rapat Paripurna, Sahkan RUU Minerba dan Perppu 1/2020 Berdasarkan agenda resmi, rapat digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pukul 14.00 WIB.

Rapat Paripurna penutupan masa persidangan ini mengagendakan sejumlah pengambilan keputusan. Salah satunya, pengesahan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19.

Artikel ini dimuat pada kompas.com.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *