Peran Notaris Dalam Perlindungan Data Pribadi

Era digital yang terjadi saat ini menyuguhkan berbagai kemudahan, sebagai contoh dalam hal membeli suatu barang yang kini dapat dilakukan melalui ponsel genggam. Namun, segala kemudahan yang disuguhkan era digital seperti saat ini menuntut suatu hal yang harus dikorbankan. Hal yang harus dikorbankan tersebut adalah data pribadi. Telah lazim dialami oleh sebagian orang, dalam hal melakukan suatu kegiatan di dunia maya, sebagai contoh membeli barang, dibutuhkan berbagai persyaratan yang diantaranya adalah data pribadi. Data pribadi yang diminta diantaranya adalah: nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat rumah, nomor induk kependudukan, dan nomor handphone. Bahkan dalam beberapa kondisi, seseorang harus menyerahkan salinan digital dokumen-dokumen kependudukan yang dimilikinya, yang diantaranya adalah salinan digital kartu tanda penduduk elektronik. Data pribadi pada dasarnya diperlukan dalam era digital seperti saat ini untuk menghindari kejahatan digital atau biasa juga disebut dengan kejahatan siber.

Data pribadi yang disimpan oleh penjual atau pengembang e-commerce pun rawan disalahgunakan. Hal ini dikarenakan di era digital seperti sekarang, data pribadi telah bertransformasi menjadi sebuah komoditas yang dapat diperjualbelikan. Pada tahun 2006 saja, terhitung nilai transaksi penjualan data pribadi telah mencapai 3 Miliar Dolar Amerika.[1] Penjualan tersebut dilakukan dikarenakan maraknya permintaan para penjual produk terhadap data pribadi.[2] Dengan besarnya resiko terjadinya kejahatan siber yang berkaitan dengan data pribadi dewasa ini, terutama jual beli data pribadi, maka sudah seharusnya dilakukan upaya perlindungan data pribadi yang memberikan rasa aman serta kepastian hukum bagi pemilik data pribadi.

Pemerintah adalah otoritas yang diberikan kewenangan oleh negara untuk melindungi data pribadi sesuai dengan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun pemerintah dalam hal melindungi data pribadi warga negaranya, hingga saat tulisan ini diselesaikan belum mampu menghadirkan suatu terobosan yang memuat mengenai upaya perlindungan data pribadi yang terintegrasi dan sistematis. Dapat dikatakan demikian dikarenakan hingga saat ini upaya perlindungan data pribadi yang dilakukan oleh pemerintah, pengaturan mengenai upaya tersebut masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sebagai contoh perlindungan data pribadi yang berkaitan dengan data kependudukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 dan perlindungan data pribadi yang berkaitan dengan keuangan digital dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Keuangan Layanan Digital.

Yang perlu digaris bawahi dalam upaya perlindungan data pribadi di Indonesia dewasa ini, upaya perlindungan tersebut belum sampai ke ranah bagaimana cara melakukan perlindungan data pribadi tersebut secara rinci belum diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan tersebut.[3] Selain itu juga, hukum perlindungan data pribadi yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan tersebut masih terdapat yang bertentangan dengan asas perlindungan data pribadi.[4] Peraturan perundang-undangan tersebut diantaranya adalah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Keuangan Layanan Digital. Dalam surat edaran tersebut disebutkan bahwasanya data pribadi yang diperoleh oleh Agen Layanan Keuangan Digital akan menjadi hak milik Penyelenggara Layanan Keuangan Digital.[5] Berdasarkan asas perlindungan data pribadi, hal tersebut tak diperbolehkan dikarenakan seharusnya hak milik atas data pribadi harus tetap berada pada tangan individu yang memiliki data pribadi tersebut bukannya malah berpindah ke pihak-pihak tertentu.[6]

Dengan masih banyaknya kekurangan peraturan perundang-undangan dalam memberikan kepastian hukum serta keamanan bagi pemilik data pribadi, peran penyimpan data pribadi sangat besar untuk menekan terjadinya kejahatan yang berkaitan dengan data pribadi. Notaris merupakan salah satu pihak yang berperan sebagai penyimpan pribadi. Dapat dikatakan demikian dikarenakan notaris, dalam akta-akta yang dia buat, diwajibkan untuk menuliskan data pribadi para pihak yang menghadap kepadanya. Bagian dari akta notaris yang menguraikan data pribadi disebut dengan komparisi. Dalam hal yang menghadap kepada notaris adalah orang perorangan, maka hal-hal yang harus disebutkan dalam komparisi diantaranya adalah:[7]

  1. Nama Lengkap
  2. Tempat dan Tanggal Lahir
  3. Kewarganegaraan
  4. Pekerjaan/Jabatan/Kedudukannya
  5. Tempat Tinggal
  6. Identitas diri (KTP Elektronik dengan menyebutkan Nomor Induk Kependudukan)

Selain dalam komparisi, dalam akta notaris terdapat lagi bagian dari akta notaris yang menguraikan mengenai data pribadi seseorang. Bagian tersebut terletak pada akhir akta, yang menguraikan data pribadi saksi dengan ketentuan yang sama dengan penghadap sebagaimana yang telah disebutkan di atas.[8]

Akta-akta yang dibuat oleh notaris tersebut, dimana di dalamnya terdapat data pribadi para penghadap dan juga saksi, rentan juga diperjualbelikan oleh oknum-oknum notaris yang tidak memiliki integritas. Padahal merahasiakan akta beserta isinya merupakan kewajiban jabatan notaris sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut pun memiliki akibat hukum. Menurut Pasal 16 ayat (11) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, disebutkan bahwa seorang notaris yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban tersebut, akan dikenakan sanksi berupa:

  1. Peringatan tertulis
  2. Pemberhentian Sementara
  3. Pemberhentian dengan hormat; atau
  4. Pemberhentian dengan tidak hormat

selain sanksi administrasi yang diuraikan tadi, pelanggaran terhadap kewajiban notaris untuk merahasiakan akta beserta dengan isinya tersebut juga diperkenankan oleh undang-undang untuk menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian atas pelanggaran tersebut untuk menuntut ganti rugi kepada notaris, hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (12) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Untuk itu, dengan cukup menjalankan kewajibannya dalam merahasiakan isi akta yang di antaranya adalah data pribadi para penghadap dan saksi, seorang notaris turut berperan dalam upaya perlindungan data pribadi dengan tidak menyebarluaskan data pribadi para penghadap dan saksi kepada pihak lain yang tak memiliki kaitan terhadap akta tersebut.

Sebelum memasukkan data pribadi para penghadap dalam komparisi dan data pribadi para saksi dalam akhir akta, notaris dituntut berhati-hati. Sebelum melakukan hal tersebut, notaris seharusnya terlebih dahulu mengecek serta memverifikasi kevalidan identitas para pihak tersebut melalui dokumen-dokumen identitas yang dimilikinya yang diantaranya adalah kartu tanda penduduk elektronik.  Pengecekan dan verifikasi yang dilakukan notaris ini berkaitan dengan upaya perlindungan data pribadi. Dengan maraknya penjualan data pribadi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, mengakibatkan kemungkinan adanya seseorang yang menggunakan data pribadi orang lain dalam tindakannya menghadap ke notaris, untuk membuat akta yang memuat mengenai perbuatan hukum tertentu, dapat saja terjadi. Untuk itu, dengan berhati-hatinya notaris dalam melakukan pengecekan dan verifikasi data pribadi para penghadap yang menghadap kepadanya, lagi-lagi ia turut berperan dalam upaya perlindungan data pribadi di Indonesia.

  1. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tadi, dapat dilihat bahwasanya notaris memiliki peran dalam perlindungan data pribadi yang marak menjadi objek kejahatan di era digital seperti saat ini. Dengan menjalankan kewajibannya untuk merahasiakan isi akta sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang dimana isi akta tersebut di antaranya memuat mengenai data pribadi para penghadap dan saksi, notaris berperan melindungi data pribadi dengan tidak menyebarluaskan data pribadi tersebut kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kaitan dengan akta tersebut. Selain itu dengan melakukan pengecekan dan verifikasi terhadap para penghadap yang hendak membuat akta otentik dihadapannya, notaris lagi-lagi berperan dalam melindungi data pribadi dengan cara mencegah terjadinya penyelewengan data pribadi milik pihak-pihak tertentu yang akan digunakan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab untuk membuat akta di hadapannya.

  • Daftar Pustaka

E.Peek, Mercy. “Information Privacy and Corporate Power: Toward a ReImagination of Information Privacy Law”. Seton Hall Law Review 37 (Oktober 2006). hlm. 6-7.

Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional. Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.

Anggraeni, Setyawati Fitri. “Polemik Pengaturan Kepemilikan Data Pribadi: Urgensi untuk Harmonisasi dan Reformasi Hukum di Indonesia.” Hukum dan Pembangunan 4 (Oktober-Desember 2018). hlm. 823

Alwesius. Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris. cet.1. Jakarta: LP3H “Inp Jakarta”, 2018.


[1] Marcy E.Peek, “Information Privacy and Corporate Power: Toward a ReImagination of Information Privacy Law, Seton Hall Law Review 37, (Oktober 2006), hlm. 6-7.

[2] Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, hlm. 4

[3] Setyawati Fitri Anggraeni, “Polemik Pengaturan Kepemilikan Data Pribadi: Urgensi untuk Harmonisasi dan Reformasi Hukum di Indonesia,” Hukum dan Pembangunan 4 (Oktober-Desember 2018).hlm. 823

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Ibid

[7]Alwesius, Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, cet.1, (Jakarta: LP3H “Inp Jakarta”, 2018), hlm. 53

[8] Ibid, hlm. 81

Muhammad Abdoel Aziz, S.H.

Peneliti Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia

(Dimuat dalam laman Kliklegal.com, 27 Maret 2020)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *