Pusat Studi Hukum Tata Negara UI Catat 5 Masalah PP PSBB Jokowi

Sumber: kumparan.com

Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menanggulangi wabah virus corona pada 31 Maret. ADVERTISEMENT

Sejak saat itu, PP PSBB mulai berlaku. Berdasarkan PP itu, Menkes Terawan bisa menetapkan PSBB dalam skala nasional, atau Pemda bisa mengusulkan daerahnya untuk menerapkan PSBB. Meski demikian, bukan berarti penerbitan PP PSBB itu bisa menuntaskan masalah. PP PSBB tersebut justru tak lepas dari kritikan, salah satunya dari Pusat Studi Hukum Tata Negara (PSHTN) Universitas Indonesia (UI). Ketua PSHTN UI, Mustafa Fakhri, menilai terdapat 5 masalah dalam PP PSBB tersebut. Salah satunya, PP tak detail menjelaskan bagaimana pelaksanaan PSBB, hanya detail mengatur mekanisme pengajuan PSBB dari Pemda.Bahkan menurut Mustafa, UU Kekarantinaan Kesehatan justru lebih rinci ketimbang PP PSBB. Di UU, diatur mengenai tindakan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk negara dan wilayah. Hal ini tak terlihat di PP PSBB.

Jalan KHZ Mustafa di Kota Tasikmalaya
Jalan KHZ Mustafa di Kota Tasikmalaya yang sepi saat lockdown.
Sumber: kumparan.com

Berikut 5 catatan PSHTN UI mengenai masalah dalam PP PSBB Jokowi:

  1. Judul PP PSBB. Judul PP tersebut yakni PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Seharusnya judul cukup sesuai amanat pasal 60 UU 6/2018 yang menyebutkan bahwa “ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan PSBB diatur dengan PP,”. Kalau judul PP yang sekarang tetap dipertahankan, pemerintah harus membuat PP baru lagi jika di masa yang akan datang terdapat pandemi lagi. Apalagi dalam teori Perundang-undangan, kata “dengan” berbeda dengan kata “dalam”. Kalau ada norma yang lebih tinggi menyebut “diatur lebih lanjut dengan PP”, itu maknanya harus dengan judul yang sudah ditentukan dalam norma tersebut.
  2. Pendelegasian dari UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan “ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan PP,”. Seharusnya PP yang diterbitkan mengatur bukan hanya PSBB. Dengan demikian bisa diketahui gradasi atau leveling dari yng kurang terlalu berbahaya sampai dengan level kedaruratan kesehatan yang paling mematikan.
  3. PP PSBB seharusnya mengatur bagaimana koordinasi antar instansi selama terjadi darurat kesehatan. Namun UU Kekarantinaan Kesehatan jauh lebih rinci mengatur soal dokumen karantina sampai apa yang harus dilakukan oleh pos pengawasan lintas batas negara. Sehingga jelas apa yang harus dilakukan dalam koordinasi antar instansi di tingkat pemerintah pusat. Tidak bisa bedakan PP PSBB dengan kondisi yang sudah dilalui sejak 18-19 Maret lalu.
  4. Kesan PP PSBB dikeluarkan khusus sekadar formalitas semata terlalu kentara.
  5. Terkait dengan peliburan sekolah dan tempat kerja. Mengingat kedudukan PP sebagai delegated legislation yang berfungsi sebagai peraturan pelaksana UU, maka seharusnya draftermengupdate norma sesuai dengan kondisi terkini. Jelas sekolah dan tempat kerja tidak sedang libur sekarang.

Dimuat dalam laman kumparan.com, 1 April 2020

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *