Hasil Pemilu AS Sulit Berubah

Sistem elektoral dibuat untuk menyeimbangkan suara politik daerah berpenduduk sedikit dengan daerah berpenduduk padat. Sulit mengubah sistem itu dengan struktur politik sekarang.

Hasil penghitungan suara dalam pemilu Amerika Serikat sulit berubah. Selain karena prosesnya transparan dan bisa dipantau banyak pihak, serangkaian keputusan pengadilan telah menguatkan hasil penghitungan.

Pengajar Ilmu Hukum di Washington University, Hugh Spitzer, mengatakan, gugatan terhadap proses dan hasil pemilu adalah hal wajar di AS. Dalam konteks pemilu 2020, sebagian gugatan itu terkait proses penghitungan suara. ”Banyak gugatan sudah ditolak,” ujarnya dalam diskusi daring yang digelar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jumat (20/11/2020).

Kolega Spitzer di Washington University, Lisa Marshal Manheim, juga menjadi pembahas dalam diskusi tentang pemilu AS dari perspektif hukum itu. ”Pemilu AS diselenggarakan oleh negara bagian, bukan pemerintah federal,” kata Manheim.

Di negara bagian, penanggung jawabnya adalah sekretaris negara bagian. Di sejumlah negara bagian, gubernur dan sekretaris negara bagian dijabat oleh politisi Republikan. ”Mereka (sekretaris negara bagian) menjamin pemilu digelar secara adil,” ujar Spitzer.

Pernyataan Spitzer, antara lain, terlihat di Georgia yang baru menyelesaikan hitung ulang hasil pemilu 2020. Untuk pertama kali dalam sejarah negara bagian itu, seluruh surat suara pemilu dihitung ulang.

Sekretaris Negara Bagian Georgia Brad Raffensperger mengatakan, hasil penghitungan ulang menunjukkan keamanan sistem pemilu negara bagian. Selain itu, sistem juga memastikan setiap suara dihitung secara cermat.

Peraturan Georgia mewajibkan hasil pemilu 2020 ditetapkan selambat-lambatnya Jumat ini. Di sisi lain, peraturan Georgia juga mewajibkan hitung ulang jika selisih suara calon presiden tidak sampai 0,5 persen.

Dalam hitungan sementara, Joe Biden yang dicalonkan Demokrat unggul 0,3 persen dibandingkan Donald Trump yang dicalonkan Republikan. Setelah dihitung ulang, Biden tetap unggul.

Anggota tim pemenangan Biden di Georgia, Jaclyn Rothenberg, menyebut hasil hitung ulang hanya menguatkan hal yang sudah diketahui sebelum ini. ”Pemilih Georgia memilih Joe Biden menjadi presiden selanjutnya. Kami berterima kasih kepada seluruh sukarelawan pemungutan suara, panitia pemungutan suara, dan semua pihak yang bekerja keras untuk penghitungan suara,” ujarnya.

Dengan kemenangan di Georgia, Biden diperkirakan mendapat total 306 suara perwakilan. ”Jarang sekali dewan elektoral membuat keputusan berbeda dari suara mayoritas pemilih,” kata Manheim.

Dewan elektoral

Presiden AS memang tidak dipilih oleh warga secara langsung. Presiden dipilih secara berjenjang melalui pemilihan umum untuk menentukan suara mayoritas di negara bagian. Setelah suara mayoritas ditetapkan, dewan elektoral akan rapat dan memutuskan calon yang dipilih di suatu daerah pemilihan.

Dewan elektoral biasanya wakil partai dan proses penetapan suara dipantau ketat oleh banyak pihak. Meski bukan kejahatan, hampir jarang sekali ada kasus dewan elektoral memberi suara berbeda dari mayoritas pemilih.

Manheim mengatakan, sudah puluhan tahun ada wacana mengubah cara pemilihan AS. Walakin, cara sekarang tetap dipertahankan karena dipandang lebih adil. ”Negara bagian dengan penduduk sedikit paling utama menolak perubahan sistem pemilu,” ujarnya.

Sistem elektoral memang dibuat untuk menyeimbangkan suara politik daerah berpenduduk sedikit dengan daerah berpenduduk padat. Jika hanya mengandalkan suara pemilih secara langsung, calon yang menguasai negara berpenduduk banyak seperti California, Texas, Florida, dan New York hampir dipastikan akan selalu menang.

Dengan tren beberapa pemilu, Republikan akan kesulitan memenangi pemilihan presiden. Dalam berbagai pemilu sejak 1992, calon-calon Demokrat lebih sering unggul apabila dari sisi suara pemilih secara langsung di tingkat nasional.

Sayangnya, suara itu tidak tersebar ke daerah pemilihan. Padahal, kemenangan capres ditentukan oleh kemenangan di tiap daerah pemilihan. ”Untuk mengubah sistem ini, harus ada persetujuan eksekutif dan legislatif,” kata Spitzer.

Semua undang-undang harus mendapat persetujuan Senat sebelum dibahas di Kongres. Setelah beres di Kongres, akan diundangkan oleh eksekutif. Faktanya, empat lembaga eksekutif dan legislatif AS tidak pernah dikuasai oleh satu partai. Cabang legislatif AS ada Kongres, Senat, dan DPR. Kini, Kongres dan DPR dikuasai Demokrat. Sementara Senat dan presiden dari Republikan. Mulai Januari 2021, Demokrat akan menguasai Kongres, DPR, dan presiden. Sementara Republikan akan tetap menguasai Senat.

Berita ini dikutip dari https://bebas.kompas.id/baca/internasional/2020/11/20/hasil-pemilu-as-sulit-berubah/ dan telah dimuat dalam Harian Kompas, Edisi 21 November 2020

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *