KEJADIAN LUAR BIASA PEMILU

sumber gambar: Republika Online

Kematian serentak 440 orang petugas KPPS dalam penyelengaraan pemilihan umum serentak 2019 patut dikategorikan sebagai sebuah Kejadian Luar Biasa (KLB). Jumlah korban ini pun masih dapat terus bertambah mengingat adanya 3.788 petugas yang masih menjalani perawatan medis dalam berbagai tingkatan. Pemilu kali ini menyisakan wabah yang masih simpang siur penyebabnya.

Kejadian Luar Biasa

Penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat dilakukan manakala terjadi peningkatan terhadap kesakitan atau kematian yang terjadi dalam kurun waktu tertentu pada wilayah tertentu. Kondisi KLB biasanya dikaitkan dengan hadirnya wabah penyakit menular tertentu dalam sebuah daerah atau bahkan adanya sebuah wabah penyakit seperti demam berdarah, SARS, hepatitis  dan penyakit menular lainnya. Namun, KLB juga dapat ditetapkan manakala terjadi sebuah kondisi peningkatan kesakitan dan kematian masyarakat yang belum diketahui penyebabnya.

Penetapan KLB semestinya sudah dapat dilakukan oleh Pemerintah guna memberikan perhatian dan penanganan khusus yang diikuti dengan tindakan cepat dan tepat untuk mengurangi resiko korban yang lebih besar. Selain itu, penetapan status KLB ini akan membuat pihak-pihak terkait dapat berkordinasi lebih intensif untuk memprioritaskan penanganan dan perawatan terhadap korban-korban lain yang masih dalam tahap perawatan medis.

Setidaknya penetapan KLB terhadap kejadian Pemilu ini dapat memberikan dua manfaat bagi masyarakat. Pertama, terdapat pengorganisasian unit untuk secara efektif bertanggungjawab dalam identifikasi dan penanganan wabah pemilu ini. Hal ini dikarenakan, penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu saat ini tidak dapat secara optimal mengawal  ini disebabkan agenda pemilu yang masih belum selesai. Oleh karenanya perlu bantuan yang lebih banyak pihak untuk mengendalikan peningkatan angka kematian dan korban yang ada.

Kedua, adanya penetapan status KLB juga akan memberikan kepastian hukum dan rasa aman bahwa pemerintah telah hadir untuk bertanggungjawab dalam mencari penyebab dan alasan mengapa begitu banyak petugas yang meninggal dalam Pemilu 2019. Kisruhnya penghitungan pemilu juga menghadirkan banyaknya asumsi dan dugaan kematian yang dianggap tidak wajar. Penetapan KLB ini diharapkan mampu untuk menjawab dugaan-dugaan ketidakwajaran tersebut dan memberikan informasi yang proporsional bagi masyarakat.

Ketiga, penetapan status KLB akan mengoptimalisasi perlindungan kesehatan bagi masyarakat melalui pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehalibitatif). Sehingga pemerintah mampu untuk melokalisir permasalahan, penyakit dan keresahan yang berkembang dimasyarakat. Dengan kata lain, penetapan KLB diharapkan mampu menyediakan tata kelola prioritas dalam kondisi yang belum diketahui penyebabnya ini.

Legitimasi Pemilu

Tidak sedikit pihak-pihak yang menyangsikan penyebab kematian serentak ratusan penyelenggara pemilu ini hanya disebabkan oleh kelelahan. Beberapa asumsi adanya kematian yang tidak wajar seperti dugaan diracun merupakan sebuah isu yang sangat berbahaya bagi legitimasi pemilu 2019. Selain persoalan sengketa pidana, etik dan perselisihan hasil yang telah dan mungkin timbul, Pemilu 2019 boleh jadi akan mengalami deligitimasi disebabkan adanya isu kejahatan kemanusiaan karena jumlah korban yang begitu besar.

Bagaimana tidak? Kematian penyelenggara Pemilu 2019 merupakan kematian terbesar dibandingkan seluruh kematian yang disebabkan oleh bencana sepanjang tahun 2019. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional, terdapat 1.364 bencana alam yang terjadi sejak januari 2019 hingga akhir April 2019 dengan korban meninggal sebanyak 368 jiwa dengan 1.389 luka-luka.  Sedangkan menurut data dari KPU pada 4/5/2019 pemilu 2019 telah memakan 440 korban jiwa dan 3.788 korban yang masih dirawat karena sakit.

Angka yang demikian besar memang menimbulkan tanda tanya besar dan keresahan yang begitu besar dalam masyarakat. Tidak sedikit yang mengaitkan banyaknya korban dalam pemilu 2019 sebagai salah satu dari kejahatan kemanusiaan yang harus diusut dalam konteks pelanggaran HAM. Tentunya kesimpangsiuran yang tidak direspon oleh pemerintah semacam ini akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses pemilu dan hasil pemerintahan yang disusun pasca pemilu kelak.

Bencana Nasional

Jika kondisi KLB ini tidak juga dapat diselesaikan dalam konteks penanganan kesehatan maka perlu kiranya kondisi ini dapat ditingkatkan menjadi status darurat bencana non-alam. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bahwa bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa dan/atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Kondisi meninggalnya lebih dari 400 orang petugas KPPS ini merupakan salah satu kondisi bencana yang memungkinkan untuk dikategorikan dalam darurat bencana. Pun dampak yang ditimbulkan sudah mampu melampaui korban jiwa pada bencana alam lainnya di Indonesia. Dalam hal ini dampak yang ditimbulkan ternyata bukan saja persoalan korban jiwa, namun juga berkaitan dengan rehabilitasi korban seperti pemulihan kesehatan, psikologis, ekonomi dan pemulihan fungsi pemerintahan sebagai bagian dari pelayanan publik.

Memang masih banyak tanda tanya pada kondisi ektrim kematian serentak petugas KPPS dalam pemilu 2019. Oleh karenanya, pengelolaan keresahan atas tanda tanya yang ada dalam masyarakat merupakan manajemen konflik yang perlu segera dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini bisa saja presiden mengeluarkan Instruksi Presiden untuk penanganan kondisi luar biasa ini dengan menunjuk beberapa kementerian maupun badan yang menjadi “leading sector” dalam penanganan, evaluasi dan rehabilitasi.

Akhir kata, pemerintah perlu segera hadir dalam pemenuhan tanggung jawab constitutional atas 440 jiwa pejuang pemilu 2019 dan melindungi 3.788 jiwa sakit lainnya agar tidak kehilangan hak hidupnya. Sebab, alinea ke IV UUD 1945 telah mengamanatkan bagi pemerintah untuk selalu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Penanganan yang teroganisir dan tepat semoga mampu menyelamatkan lebih banyak orang dan menyelamatkan demokrasi – pemilu di Indonesia. Waallahualam Bishowab.

Qurrata Ayuni, S.H., MCDR.

Dosen Bidang Studi Hukum Tata Negara FHUI

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *