Corona Berstatus Bencana Nasional, Doni Monardo Jadi ‘Panglima’

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sumber: Kumparan.com

Presiden Jokowi sudah menetapkan virus corona sebagai bencana nasional. Dengan demikian, pemerintah juga menggunakan UU Penanggulangan Bencana dalam menghadapi virus penyebab COVID-19 ini.

Sebelumnya, dalam menghadapi corona, pemerintah berpegang kepada UU Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU tersebut, posisi Menteri Kesehatan yang memegang kendali. Bahkan dalam permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diajukan Pemerintah Daerah, Menkes yang memutuskan. “Pertama, ini jelas terjadi perubahan rezim UU. Tadinya kita gunakan UU kekarantinaan Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018, sekarang kita gunakan UU Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007. Kedua, otoritas rezim UU Kekarantinaan Kesehatan dipegang oleh Menkes. Sementara rezim UU Penanggulangan Bencana ada pada Kepala BNPB,” kata Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara FH Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri, kepada wartawan, Senin (13/4). Mustafa menduga, perubahan ini dilakukan seiring adanya sorotan lamanya Menkes Terawan dalam memutuskan PSBB.

Rakor Tingkat Menteri (RTM) terkait Virus Corona
Menkes Terawan Agus Putranto dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) terkait virus corona, di Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (28/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sumber: Kumparan.com

“Barangkali ini menjawab persoalan terlambatnya Menkes menetapkan PSBB secara nasional,” kata dia. Meski demikian, ketentuan soal PSBB dan lainnya akan tetap berjalan seiring ditetapkannya corona sebagai bencana nasional itu. Sebab, Kepala BNPB yang saat ini dijabat Doni Monardo juga merupakan Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19. “Kewenangan Kepala BNPB jadi lebih luas dari sekedar meneruskan pengajuan PSBB dari daerah ke Menkes. Jadi secara administratif, wewenang atribusi penanganan bencana ada di Kepala BNPB,” kata Mustafa.

Tugas dan Fungsi BNPB
Ketentuan soal Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ada tujuh pasal yang mengatur soal BNPB, yakni Pasal 10 hingga 17. Pembentukan BNPB merupakan amanat dalam Pasal 5 UU ini, yang berbunyi: “Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana”.

Polusi Jakarta membaik
Suasana jalanan di Jakarta, selama wabah virus corona, (31/3). Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Sumber: Kumparan.com

Tanggung jawab pemerintah itu meliputi 7 hal, yakni:

a. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;

b. pelindungan masyarakat dari dampak bencana;

c. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;

d. pemulihan kondisi dari dampak bencana;

e. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai;

f. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan

g. pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

Polusi Jakarta membaik
Suasana di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, selama wabah virus corona, (31/3). Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Sumber: Kumparan.com

Kembali ke soal BNPB, lembaga pemerintah setingkat menteri ini mempunyai delapan tugas, yakni:

a. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;

b. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;

c. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;

d. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

e. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional;

f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan dan belanja negara;

g. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

h. menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan bencana daerah.

Pengawasan pelaksanaan PSBB di Jakarta
Polisi melakukan imbauan kepada pengendara mobil untuk dapat mematuhi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kawasan Menteng, Jakarta (11/4). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Sumber: Kumparan.com

Sementara fungsinya, ada dua. Pertama, perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien. Kedua, pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. Fungsi yang kedua itu meliputi prabencana; saat tanggap darurat; dan pascabencana.

Ketentuan lebih lanjut mengenai BNPB diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2019. Bahkan dalam Perpres itu disebutkan bila kondisi bencana nasional, maka BNPB yang menjadi komando. Yakni:

Pasal 5

Apabila terjadi bencana nasional, BNPB melaksanakan fungsi komando dalam penanganan status keadaan darurat bencana dan keadaan tertentu.

Artikel ini memuat opini Dr. Mustafa Fakhri, S.H., M.H., LL.M.

Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Dimuat dalam laman kumparan.com, 16 April 2020

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *