Ketua PSHTN FHUI: Amicus Curiae Dinilai Tak Banyak Pengaruhi Putusan Hakim MK

Jakarta–Pengajuan sebagai amicus curiae oleh sejumlah tokoh dalam sengketa Pilpres 2024, dinilai tidak akan memberikan banyak pengaruh terhadap putusan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal ini disampaikan oleh Dosen sekaligus Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI, Mohammad Novrizal, S.H., LL.M., dalam keterangannya kepada Vibrasi.co, Kamis (17/4/2024).

Sebagai akademisi di bidang hukum tata negara, Novrizal berpendapat, amicus curiae yang diajukan dinilai terlambat karena saat ini sidang sengketa pilpres sudah selesai. 

“Saat ini sidang sudah selesai, dan saya mengira hakim MK juga sudah punya draft putusan. Jadi sepertinya sulit untuk memberi pengaruh pada putusan hakim MK nantinya,” katanya.

Menurut Novrizal, amicus curiae bisa saja memberi pengaruh kepada putusan MK, namun sekali lagi, tergantung dari apa isi yang diajukan oleh amicus curiae itu sendiri.

“Pertanyaannya, apakah masukan tersebut cukup signifikan untuk memberikan pengaruh pada putusan hakim? Misalnya ada perspektif hukum yang baru,” katanya.

Selain itu, Novrizal menambahkan, majelis hakim bebas untuk menggunakan atau tidak presentasi dari amicus curiae.

“Majelis hakim tetap memiliki independensi dalam memutus suatu perkara, jadi mereka berhak menggunakan, mengandalkan, mengutip, membuang, atau bahkan mengabaikan presentasi dari amicus curiae,” terangnya. 

Amicus curiae juga tidak memiliki hak untuk meminta argumen mereka ditanggapi. Hal itu karena sifat amicus curiae hanyalah sebagai masukan atau pendapat kepada pengadilan.

Sementara dalam prosesnya, menurut Novrizal, amicus curiae mengirimkan surat, dokumen, atau tulisan yang berisi pendapat dan pandangan mereka terhadap kasus yang berjalan kepada majelis hakim.

Novrizal mengatakan, pendapat amicus curiae ini hampir sama sebagai bentuk artikel opini yang ditulis oleh para ahli di media massa.

“Bedanya, jika ditulis di media massa belum tentu terbaca atau dibaca oleh majelis hakim. Kalau amicus curiae ini langsung bersurat ke majelis hakim,” lanjut Novrizal.

Selain bersurat atau tertulis, amicus curiae juga dapat memberikan masukan secara lisan kepada majelis hakim.

“Selain secara tertulis, amicus curiae juga dapat berpartisipasi dalam argumen lisan dengan izin dari pengadilan,” jelasnya.

Novrizal juga menerangkan bahwa terminologi amicus curiae adalah bentuk singular untuk satu orang. Jika lebih dari satu orang, maka menjadi Amici Curiae (plural).

“Karena ini adalah bahasa Latin. ‘amicus curiae’ jika hanya satu orang. Kalau lebih dari satu orang, maka disebut ‘amici curiae’.  Sama seperti ‘alumnus’ dan ‘alumni’”, terang Novrizal.

Terkait landasan hukum amici curiae, sejumlah pihak menyebut Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai landasannya.

Pasal tersebut berbunyi, “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Menurut Novrizal, ketentuan tersebut sebetulnya kurang kuat untuk dijadikan dasar hukum bagi keberadaan Amicus Curiae,

“Karena tidak secara tegas menyebutkan kata ‘amicus curiae’ atau ‘sahabat pengadilan’,” ujarnya.

Namun Novrizal menambahkan, keberadaan Amicus Curiae bisa saja dikaitkan dengan ketentuan itu.

“Sebab hakim konstitusi tentu dapat menggali nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat dari berbagai sumber. Termasuk dari pihak-pihak di luar perkara yang memberikan perhatian khusus pada perkara tersebut,” pungkasnya.

Artikel diambil dari https://www.vibrasi.co/18452/04/2024/amicus-curiae-dinilai-tak-banyak-pengaruhi-putusan-hakim-mk/

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *