PERNYATAAN SIKAP PUSAT STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

Dalam semangat memperingati 79 tahun kemerdekaan Republik Indonesia dan menyongsong 100 tahun pendidikan tinggi hukum di Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FH UI) dengan penuh tanggung jawab menyatakan sikap terhadap sejumlah polemik hukum dan tata negara yang terjadi di Indonesia belakangan ini.

Pertama, Kami mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi No 60/PUU-XXII/2024 sebagai langkah penting dalam memperkuat demokrasi di tanah air. Putusan ini tidak hanya memberikan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk berkompetisi dalam ranah politik, tetapi juga mendorong keberagaman kandidat yang mampu mengimbangi dominasi kekuatan politik yang besar dan membuka ruang kompetisi yang lebih sehat dan inklusif. Kami menyambut baik langkah MK yang telah memberikan ruang bagi berbagai calon untuk tampil dalam kancah politik, sehingga memungkinkan adanya alternatif-alternatif yang lebih beragam bagi rakyat dalam menentukan pemimpin mereka yang pada gilirannya diharapkan melahirkan pemimpin daerah yang bermutu.

Kedua, Setiap lembaga negara memiliki karakter dasarnya masing-masing yang harus tetap dijaga dalam rangka menjaga kepentingan rakyat banyak. Kekuasaan kehakiman harus tetap menunjukkan independensi dan imparsialitas sebagai karakter utamanya. Di sisi lain, lembaga legislatif harus tetap aspiratif dengan selalu membuka ruang partisipasi publik yang tinggi dan bermakna. Kami merasa perlu mengingatkan bahwa sejarah panjang pendidikan hukum di Indonesia telah menegaskan bahwa salah satu pilar utama dari negara hukum adalah kekuasaan yudisial yang bebas dari pengaruh politik. Oleh karena itu, kami mengingatkan bahwa kekuasaan yudisial harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip independensi dan tidak terlibat atau terjebak menjadi pihak dalam pertarungan politik yang dapat merusak integritasnya. Doktrin-doktrin dan prinsip-prinsip dalam kekuasaan kehakiman harus terus diingatkan dalam usaha membatasi keterlibatan kekuasaan kehakiman dalam dinamika pertarungan politik yang sedang terjadi. Mahkamah Konstitusi harus mampu menahan diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan politik yang tidak nyata-nyata terkait langsung dengan constitutional issues. Political Questions Doctrine harus diterapkan dengan cermat agar persoalan politik yang sifatnya debatable tidak diselesaikan melalui putusan pengaddilan yang memiliki nilai kebenaran hukum yang mutlak, melainkan tetap membuka ruang untuk perdebatan politik yang sehat dan demokratis.

Kami menyambut baik keterbukaan Mahkamah Konstitusi dalam membuka ruang demokrasi dan menciptakan ruang kompetisi yang lebih adil. Namun, kami juga ingin mengingatkan bahwa momentum putusan yang diambil dalam waktu yang sangat berdekatan dengan kompetisi politik seperti pemilihan kepala daerah dapat menjebak Mahkamah Konstitusi untuk menjadi pihak dalam pertarungan politik, yang pada akhirnya dapat merusak citra independensi MK sebagai the guardian of the Constitution. Kondisi ini juga berpotensi memancing partai politik untuk merasa perlu memiliki wakil yang akan menjaga kepentingannya di Mahkamah Konstitusi.

Ketiga, Proses pembentukan undang-undang di parlemen harus selalu memperhatikan partisipasi publik yang tinggi dan bermakna (meaningful participation). Partisipasi politik yang bermakna adalah kunci untuk memastikan bahwa setiap undang-undang yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kehendak rakyat dan tidak dikendalikan oleh satu kekuatan politik besar. Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk terus mengedepankan rule of law dibandingkan rule of a man, sehingga prinsip negara hukum tetap menjadi pedoman utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kepercayaan rakyat merupakan amanah utama lembaga perwakilan yang harus dipastikan tetap terjaga. Keputusan Parlemen memang dibuat berdasarkan suara mayoritas, namun belum berarti demokrasi yang sehat dan benar telah tegak. Demokrasi yang sehat dan benar adalah demokrasi yang menegakkan keadilan. Parlemen harus tampil paling depan dalam memperjuangkan kehendak rakyat bukan malah menjadi lembaga yang paling banyak mendapatkan kecaman dan cemoohan rakyat. Posisi lembaga legislatif terhadap putusan hukum tidak boleh berkelit dan mencari ruang menghindar karena kepentingannya terganggu melainkan siap melaksanakannya bahkan membantu penegakkannya.

Keempat, Dalam semangat kritis dan konstruktif, kami merasa perlu mengingatkan akan pentingnya menjaga relasi antar lembaga negara yang sehat, sinergis dan konstruktif dengan tetap menjunjung tinggi prinsip checks and balances. DPR dan Presiden memang secara bersama memiliki kekuasaan legislasi namun jika dalam pelaksanaan kekuasaannya tersebut memberikan kerugian konstitusional bagi warga negara sebagaimana diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi maka DPR dan Presiden bukan berhadapan dengan pilihan melainkan hanya bertugas menghormati dan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan tersebut telah langsung berkekuatan hukum tetap, mengikat, dan wajib dipatuhi semua warga negara, kelompok warga negara, dan lembaga negara, termasuk DPR dan Presiden (erga omnes).

Demikian juga Mahkamah Konstitusi harus mampu menahan diri (judicial restrain) untuk mengambil putusan terhadap persoalan-persoalan politik yang tidak terdapat pelanggaran nyata terhadap hak-hak konstitusional warga negara, yang meliputi: tidak melanggar moralitas dan rasionalitas, tidak menciptakan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi, tidak melampaui kewenangan dalam pembentukan undang-undang, tidak merupakan penyalahgunaan kekuasaan, dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Kelima, Akhirnya,  kami menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap bijaksana dan tidak terjebak dalam konflik horizontal yang disebabkan oleh pertarungan elit politik. Semangat kemerdekaan dan sejarah panjang pendidikan hukum di Indonesia mengajarkan kita untuk terus kritis dalam mengawasi dan mengontrol pengambilan kebijakan publik, demi terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Mari kita bersama-sama menjaga integritas lembaga negara dan terus membangun demokrasi yang lebih kuat dan berkeadilan di negeri ini.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan sebagai bentuk sumbangsih intelektual yang didasari kecintaan kami kepada negeri ini, demi tegaknya negara hukum di negeri kita tercinta ini. Semoga kita senantiasa berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Jakarta, 22 Agustus 2024

Prof. Dr. Fitra Arsil, S.H., M.H. | Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H. | Mohammad Novrizal, S.H., LL.M. | Nur Widyastanti, S.H., M.H. | Dr. Qurrata Ayuni, S.H., MCDR. | Dr. Hamid Chalid, S.H., LL,M. | Dr. Fatmawati, S.H., M.H. | Dr. Mustafa Fakhri, S.H., LL.M. | Yunani Abiyoso, S.H., M.H. | Ghunarsa Sujatnika, S.H., M.H. | Ryan Muthiara Wasti, S.H., M.H. | Ali Abdillah, S.H., LL.M. | Titi Anggraini, S.H., M.H. | Satrio Alif Febriyanto, S.H.